"Selamat Datang...di Efry Pustaka Online ema efry anty....:-)Selamat Datang...di Efry Pustaka Online ema efry anty....:-)Selamat Datang...di Efry Pustaka Online ema efry anty....:-)Selamat Datang...di Efry Pustaka Online ema efry anty....:-)"

Sunday 28 November 2010

nikah,tholaq,dan ruju'

NIKAH,THOLAQ’, dan CERAI

NIKAH

a. pengertian

Nikah menurut bahasa berarti menghimpun atau berkumpul. Sedangkan menurut istilah berarti suatu ikatan lahir batin antara seorang laki-laki dengan perempuan yang bukan muhrim dengan tujuan membina sebuah rumah tangga berdasarkan tuntunan Allah SWT. Menurut UU nomor 1 tahun1974 tentang perkawinan : perkawinan yaitu ikatan lahir batin antara seorang pria dan wanita sebagai suami-istri dengan tujuan membentuk keluarga yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.

Dalil-dalil tentang pernikahan :

Dan di antara tanda-tanda ( kekuasanya ) ialah dia menciptakan pasangan-pasangan untuk mu dari jenis mu sendiri, agar kamu cencerung dan merasa tentram kepadanya, dan ia menjadikan diantara kamu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu terdapat tanda-tanda kebesaran Allah bagi kaum yang berpikir(Q.S ar-Rum : 21) ( Khabib Basori, pendidikan agama islam untuk sma, intan pariwara, klaten 2009 hal : 56)

nikah itu termasuk sunah ku, barang siapa yang tidak menyukai sunahku maka ia tidak termasuk umatku.” (H.R. Bukhari Muslim )

  1. hukum nikah

· jaiz / mubah, yaitu bagi orang yang syahwatnya tidak bergejolak, tapi,

ia punya kemauan untuk menikah.

· Sunah, yaitu orang yang mempunyai keinginan, mempunyai bekal hidup memberi nafkah calon istrinya dan dia mampu menahan syahwatnya.

· Makruh, yaitu orang yang akan melakukan pernikahan telah mempunyai keeinginan tapi belum mempunyai bekal hidup untuk menafkahi calon istrinya.

· Wajib. Yaitu orang yang takut terjerumus kedalam perzinahan apabilah tidak segera menikah.

· Haram. Yaitu orang yang bermaksud tidak akan menjalankan kewajiban sebagai suami yang baik atau berniat menyakiti istrinya. (Saleh Al-fauzan, Fiqih sehari-hari, Gema Insani, Jakarta,2006 hal:640)

  1. rukun dan syarat nikah.

Rukun nikah merupakan hal-hal yang harus di penuhi agar pernikahan menjadi sah. Menurut ulama’ fiqih rukun nikah adalah kerelaan hati laki-laki dan perempuan yang akan menikah.

Rukun nikah ada 5(lima), yaitu:

1. ada calon suami atau mempelai pria. Syarat calon suami : islam, baligh, berakal, bukan mahram dari calon mempelai wanita, tidak memiliki halangan syar’i untuk menikah, tidak sedang melakukan ibadah haji.

2. ada calon istri atau mempelai wanita. Syarat calon istri : islam, bukan mahram dari mempelai laki-laki, tidak ada halangan syar’i untuk menikah, tidak seddang melakukan ibadah haji.

3. ada wali. Syarat wali :laki-laki, baligh, berakal sehat,beragama Islam, merdeka, memiliki hak perwalian, tak ada halangan untuk jadi wali, adil

4. ada saksi-saksi. Syarat saksi : islam, baligh, berakal sehat, merdeka, adil, laki-laki, minimal dua orang, dapat melihat

( menurut madzhab imam syafi’i)

5. ijab-qobul atau shighat. (Drs. A. Rahmat. Pendidikan agama islam 3, PT Rosdakarya, Bandung.2006. hal :112-113 )

  1. hikmah pernikahan.

Di antara hikmah pernikahan adalah :

1. memenuhi kebutuhan biologis manusia dengan cara yang halal.

2. mengangkat derajat manusia.

3. memperoleh keturunan yang sah.

4. memelihara dari perbuatan tercela (zina. Dll)

5. menyatukan dua keluarga hingá terjalin silahturahmi.

6. memupuk rasa tanggung jawab.

7. mengikuti sunah rosul.

8. meneruskan mata rantai keturunan manusia.

9. tercapainya ketenangan dan ketentraman antara suami istri.

( Saleh Al-Fauzan, Fiqih sehari-hari, Gema Insani. jakarta. 2006. hal:637-638)

THOLAQ

a.Pengertian dan hukum tholaq

Tholaq menurut bahasa adalah melepaskan ikatan, meninggalkan,atau memisahkan. Sedangkan menurut istilah artinya melepaskan ikatan nikah atau pernikahan.

Hukum tholaq berubah-ubah sesuai dengan kondisi dan situasinya.

· Hukum tholaq menjadi mubah, jika sang suami membutuhkanhal itu, di karenakan buruknya sifat sang istri yang hal tersebut bisa membawa bahaya bagi keluarga yang sedang di binanya. Karena dalam kondisi seperti ini , tidak akan dapat mencapai tujuan nikah yang sebenarnya.

· Tholaq menjadi makruh, jika tidak di butuhkan. Misalnya pada kondisi stabil dan tidak ada perubahan yang mengkhawatirkan. Bahkan sebagian ulama’ mengatakan tholaq di haramkan dalam kondisi seperti ini. Di hukumi makruh karena tholaq bisa meniadakan sebuah pernikahan yang di dalamnya banyak yang bisa terdapat kemaslahatan. Yang di anjurkan syari’at islam. Seperti yang di jelaskan dalam hadits Nabu Muhammad Saw..

Artinya : ”sesuatu yang halal yang paling di benci oleh Allah adalah tholaq.”

· Tholaq menjadi sunah, jika sering terjadi perselisihan antara suami istri yang bisa membahayakan hubungan. Terlebih lagi jika sang istri memendam rasa sang benci kepada suami.

· Tholaq menjadi wajib, jika sang istri tidak istiqomah, tidak mampu menjaga kehormatannya, tidak bisa di nasihati lagi.( Saleh Al-Fauzan. Fiqih sehari-hari. Gema Insani. Jakarta. 2006. hal:698-699)

    1. Macam-macam tholaq

Tholaq di lihat dari segi cara menjatuhkannya di bagi menjadi 2:

· Tholaq sunny, yaitu tholaq yang di jatuhkan sesuai dengan syari’at islam, yaitu : menalak istri harus secara bertahap( di mulai dengan thalaq satu,dua, dan tiga), istri yang di tholaq dalam keadaan suci dan belum di gauli, istri tersebut teah nyata-nyata dalam keadaan hamil.

· Tholaq bid’iy, yaitu tholaq yang di jatuhkan melalui cara-cara yang tidak sesuai dengan syari’at islam, yaitu : menalak istri dengan tiga tholaq sekaligus, menalak istri dalam keadaan haid, menalak istri yang telah di gauli sedangkan kehamilannya belum jelas.

Tholaq menurut segi boleh tidaknya suami istri untuk ruju’, di bagi menjadi 2, yaitu ;

· Tholaq roj’i, yaitu tholaq yang di jatuhkan suami kepada istri sebanyak satu atau dua kali,hal ini ruju, bisa di lakukan tanpa harus menikah lagi. Ruju’ di lakukan dalam masa iddah.

· Tholaq ba’in, yaitu tholaq yang di jatuhkan oleh suami dan suami tersebut boleh kembali kepada istrinya dengan akad dan mahar baru. Tholaq ba’in di bagi menjadi 2 : sughra dan kubro.

Ba’in sughro yaitu: talak yang di jatuhkan suami kepada istri yang belum di setubuhi, tholak raj’i yang telah habis masa iddahnya sementara suami tidak ruju’ dalam masa itu. Ba’in kubro yaitu :tholaq yang di jatuhkan suami untuk ke tiga kalinya. Jika suami ingin ruju’ kembali harus terpenuhi syarat-syarat sebagai berikut : mantan istri telah menikah dengan pria lain, telah di campur oleh suami barunya, telah di cerai oleh suami barunya/di tinggal wafat, telah habis masa iddah dari cerai suami barunya.

Lafadz tholaq itu ada dua, yaitu :

a. Sarih (terang), yaitu kalimat yang tidak ragu-ragu lagi bahwa yang di maksud adalah memutuskan ikatan pernikahan, seperti kata-kata si suami ”engkau aku thalaq atau ” saya ceraikan engkau ”. Kalimat ini tak perlu dengan niat, berarti apabila di katakan oleh suami demikian, berniat (menceraikan) ataupun tidak, suami istri itu harus bercerai.

b. Kinayah ( sindiran ), yaitu kalimat yang masih ragu-ragu,bisa di artikan sebagai kata cerai atau yang lain, seperti kata-kata suami, ”pulanglah engkau ke rumah orang tua mu ”, atau ”pergilah dari sini ” dan sebagainya. Kalimat sindiran ini tergantung dengan niat, artinya jika tidak di niatkan sebagai kata-kata cerai, maka tidaklah jatuh thalaq. Jika di niatkan sebagai kalimat cerai, maka barulah menjadi thalaq.(H. Sulaiman Rasyid, Fiqih Islam. Sinar Baru Algesindo. Bandung. 2007. hal :403 )

Setelah istri yang di thalaq, ada masa menanti yang di wajibkan baginya ( baik itu cerai hidup maupun cerai mati ), gunanya supaya di ketahui kandungannya berisi atau tidak. Ketentuannya sebagai berikut :

a. bagi perempuan yang hamil, iddahnya sampai lahir anak yang ada di kandungannya, baik itu cerai hidup atau cerai mati.

dan perempuan-prempuan yang hamil waktu iddah mereka itu ialah sampai mereka melahirkan kandungannya.” (At-Thalaq:4)

b. bagi perempuan yang tidak hamil, cerai mati iddahnya adalah 4 bulan 10 hari.

orang-orang yang meninggal dunia di antaramu, dengan meninggalkan istri-istri(hendaklah istri-istri itu ) menangguhkan diri (beriddah) 4 bulan 10 hari.” ( Al- Baqarah :234 ). Adapun yang cerai hidup, kalau dia dalam keadaan haid maka iddahnya adalah 3 kali suci.

wanita-wanita yang di thalaq hendaklah menahan diri (menunggu) selama 3 kali suci.” ( Al-Baqarah :228 )

Sedangkan kalau dia tidak dalam keadaan haid maka iddahnya adalah selama 3 bulan.

dan mereka yang telah putus haidnya karena usia di antara prempuan-perempuanmu, jika kamu ragu (tentang masa iddahnya), maka iddah mereka adalah 3 bulan, dan begitu pula perempuan-perempuan yang tidak haid.” ( At-Thalaq :4 )

Hak perempuan dalam masa iddah :

1. perempuan yang taat dalam iddah raj’iyah berhak menerima tempat tinggal, pakaian, dan seluruh kebutuhan hidupnya dari mantan suami, kecuali istri yang durhaka, tidak berhak menerima apa-apa.

2. perempuan yang dalam iddah ba’in, kalau dia mengandung, ia berhak mendapat tempat tinggal,nafkah, biaya persalinan, serta pakaian.

3. perempuan yang dalam iddah ba’in yang tidak hamil, hanya berhak dapat tempat tinggal, lainnya tidak.

perempuan yang dalam iddah wafat, mereka tak punya hak sama sekali walawpun dalam keadaan mengandung, karena dia dan anak dalam kandungannya telah brhak mendapat harta warisan dari suaminya yang meninggal. ( H. Sulaiman Rasyid. Fiqih Islam. Sinar Baru Algesindo. Bandung.2007. Hal :416-417)

RUJU’

a. pengertian dan hukum ruju’

secara bahasa ruju’ berarti ”pulang atau kembali”, sedangkan menurut istilah berarti” mengembalikan istri yang sudah di thalaq pada pernikahan yang asal sebelum di ceraikan.

Hukum ruju’ terbagi menjadi 5, yaitu :

· wajib, bagi suami yang menalaq salah satu istrinya sebelum dia sempurnakan pembagian waktunya terhadap istri yang di thalaq.

· Haram, apabila ruju’ hanya untuk menyakiti istrinya.

· Makruh, jika peceraian itu lebih baik dan berfaedah bagi keduanya.

· Jaiz, ini adalah hukum ruju’ yang asal/ asli.

· Sunah, jika suami bermaksud memperbaiki keadaan istrinya, atau ruju’itu lebih utama bagi keduanya.

b. rukun ruju’

1. ada istri

2. ada suami, di lakukan atas kemauan sendiri,artinya bukan paksaan.

3. saksi. Dalam hal ini para ulama’ berbeda-beda pendapat, ada yang mengatakan wajib dan ada yang mengatakan sunah.

4. sighat atau lafaz ruju’, ada dua yaitu secara terang-terangan, misal : ”saya kembali pada istri saya” atau ”saya ruju’ kepadamu”. Dan melalui sindiran, misal : ”say pegang engkau” atau ”saya kawin engkau”. (H. Sulaiman Rasyid. Fiqih Islam. Sinar Baru Algesindo. Bandung. 2007. hal :418-419)

No comments: